Terimaksaih telah berkunjung dan saya harap saudara terbantu dengan informasi yang sudah saya sampaikan dan jangan lupa berikan komentarnya juga ya......:)
BIOGRAFI Pangeran Antasari
BIOGRAFI Pangeran Antasari
Pangeran Antasari adalah pahlawanan nasional yang berjuang untuk
melawan penjajahan Belanda yang terjadi di Indonesia khususnya pada
daerah Banjar, Kalimantan Selatan. Ia lahir pada tahun 1797 di Banjar.
Ayahnya bernama Pangeran Masohut (Mas'ud). Ayahnya merupakan anak dari
Pangeran Amir yang merupakan anak dari Sultan Muhammad Aliuddin
Aminullah yang gagal naik tahta pada tahun 1785. Ibunya bernama Gusti
Hadijah binti Sultan Sulaiman.
Semasa muda Pangeran Antasari mempunyai nama, yaitu Gusti Inu Kartapati.
Pangeran Antasari memiliki 3 putera dan 8 puteri. Ia memiliki saudara
perempuan yang bernama Ratu Antasari yang menikah dengan Sultan Muda
Abdurrahman bin Sultan Adam, namun meninggal setelah melahirkan calon
pewaris kesultanan Banjar yang diberi nama Rakhmatillah, yang juga
meninggal semasa masih bayi.
Perlawanan terhadap Belanda
sumber gambar : lensanews.id |
Penjajahan kolonial Belanda ketika menduduki wilayah Kalimantan,
tepatnya di Banjar. Strategi yang mereka jalankan dikenal dengan nama politik divide et impera
yang berarti membagi, memecah belah dan menguasai atau yang dikenal
dengan istilah "politik adu domba". Hal tersebut bertujuan untuk
menguasai Kerajaan di Banjar.
Pada tahun 1859, Sultan Tamjid diangkat menjadi sultan kerajaan Banjar,
padahal yang berhak naik tahta adalah Pangeran Hidayat. Sultan Tamjid
tidak disukai oleh rakyat sebab terlalu memihak kepada Belanda. Belanda
sengaja memberikan dukungannya pada Sultan Tamjid. Hal ini menunjukkan
campur tangan Belanda sudah sangat meresahkan, bahkan, dalam
pengangkatan seorang sultan pun merekalah yang menentukan.
Sebagai salah seorang keturunan raja Banjarmasin yang dibesarkan di
luar istana, Pangeran Antasari merasa prihatin dengan situasi tersebut.
Walaupun ia keluarga Sultan Banjar, tapi tidak pernah hidup dalam
lingkungan istana. Karena dibesarkan di tengah-tengah rakyat biasa,
Antasari menjadi dekat dengan rakyat, mengenal perasaan dan mengetahui
penderitaan mereka. Pada waktu itu, kekuasaan kolonial Belanda sedang
berusaha untuk melemahkan kerajaan Banjar.
Belanda mengadu domba golongan-golongan yang ada dalam istana, sehingga
mereka terpecah-pecah dan bermusuhan. Maka Antasari pun berinisiatif
untuk mengusir penjajah dari Kerajaan Banjar tanpa kompromi. Pangeran
Antasari berusaha membela hak Pangeran Hidayat, lalu bersekutu dengan
kepala-kepala daerah Hulu Sungai, Martapura, Barito, Pleihari, Kahayan,
Kapuas, dan lain-lain.
Mereka semuanya bertekad untuk mengangkat senjata mengusir Belanda dari
kerajaan Banjar. Sikap anti-Belanda pun muncul akibat pergantian
kekuasaan di istana yang menimbulkan keresahan di antara rakyat.
Pada tanggal 25 April 1859, Perang Banjar terjadi saat Pangeran Antasari
beserta dengan sekitar 6000 pasukan menyerang tambang batu bara milik
Belanda di Pengaron. Berawal dari peperangan tersebut, peperangan demi
peperangan terjadi di seluruh wilayah Kerajaan Banjar yang dikomandoi
oleh Pangeran Antasari yang dibantu dengan para panglima dan pasukannya.
Pangeran Antasari menyerang pos-pos Belanda di Martapura, Hulu Sungai,
Riam Kanan, Tabalong, Tanah Laut, dan sungai Barito sampai ke Puruk
Cahu.
Pertempuran yang terjadi antara pasukan Khalifatul Mukminin
dengan pasukan Belanda berlangsung terus di berbagai medan. Pasukan
Belanda yang mendapat bantuan dari Batavia dan juga menang dalam
persenjataan berhasil membuat mundur pasukan Khalifah Mukminin sehingga
membuat pasukan Khalifah memindahkan pusat benteng pertahannya di Muara
Teweh.
Pangeran Antasari berhasil mengerahkan tenaga rakyat dan mengobarkan
semangat mereka sehingga Belanda menghadapi kesulitan. Karena hebatnya
perlawanan, Belanda membujuk Pangeran Antasari untuk menyerah, namun
beliau tetap pada pendiriannya. Ini dijelaskan pada surat yang
ditulisnya yang ditujukan untuk Letnan Kolonel Gustave Verspijk di
Banjarmasin tanggal 20 Juli 1861.
Tidak hanya itu, Belanda kerap menawarkan hadiah kepada siapa saja yang
bisa menangkan Pangeran Antasari. Orang-orang yang tidak mendapat
pengampunan dari pemerintah Kolonial Hindia Belanda:
- Antasari dengan anak-anaknya, Demang Lehman Amin Oellah, Soero Patty dengan anak-anaknya, Kiai Djaya Lalana, Goseti Kassan dengan anak-anaknya.
Menjadi Sultan Banjar
Pada 14 Maret 1862, Pangeran Antasari diangkat sebagai pimpinan
pemerintahan tertinggi di Kesultanan Banjar (Sultan Banjar) dengan
menyandang gelar Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminin dihadapan para
kepala suku Dayak dan adipati penguasa wilayah Dusun Atas, Kapuas, dan
ahayan, yaitu Tumenggung Surapati/Tumengung Yang Pati Jaya Raja.
Pangeran Antasari juga merupakan pemimpin Suku Bakumpai, Kutai, Maanya,
Murung, Ngaju, Pasir, Siang, Sihong, dan beberapa suku yang berdiam di
kawasan dan pedalaman atau sepanjang Sungai Barito.
Sebagai salah satu pemimpin rakyat yang penuh dedikasi maupun sebagai
sepupu dari pewaris kesultanan Banjar. Untuk mengokohkan kedudukannya
sebagai pemimpin perjuangan umat Islam tertinggi di Banjar bagian utara
(Muara Teweh dan sekitarnya), maka pada tanggal 14 Maret 1862,
bertepatan dengan 13 Ramadhan 1278 Hijriah, dimulai dengan seruan:
"Hidup untuk Allah dan Mati untuk Allah"Seluruh rakyat Banjar; mengangkat Pangeran Antasari menjadi "Panembahan Amiruddin Khalifatul Mukminini", yaitu pemimpin pemerintahan, panglima perang dan pemuka agama tertinggi.
Meninggal Dunia
Dalam keadaan sangat terjepit, Pangeran Hidayat akhirnya menyerah kepada
Belanda. Kepala-kepala daerah lain pun banyak pula yang menyerah.
Pangeran Antasari tetap melanjutkan perjuangan. Baginya, pantang untuk
berdamai dengan Belanda, apalagi menyerah. Ia terus melanjutkan
perjuangannya dengan berperang di kawasan Kalimantan Selatan dan
Tengah. Pada Oktober 1862, suatu serangan besar-besaran telah
direncanakan.
Pasukan telah disiapkan, akan tetapi wabah penyakit cacar menyerang dan
melemahkan pasukan ini beserta Antasari juga terkena wabah tersebut.
Pangeran Antasari meninggal dunia pada tanggal 11 Oktober 1862 di Tanah
Kampung Bayan Begok, Sampirang. Perjuangannya dilanjutkan oleh puteranya
yang bernama Muhammad Seman.
Penghargaan atas Dedikasinya
Nama Antasari diabadikan pada Korem 101/Antasari dan julukan untuk
Kalimantan Selatan, yaitu Bumi Antasari. Bank Indonesia (BI) mencetak
uang kertas nominal Rp 2.000, dengan mengabadikan nama dan gambar
Pangeran Antasari pada uang kertas tersebut.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar